Topik 1: Revisi UU perlu ada bukti pelaksanaan

Dokumen pernyataan mengenai Revisi UU Pendidikan Kedokteran (01 Maret 2018, halaman 1) menyatakan:
“Undang-undang adalah fondasi bagi perubahan mendasar bagi sebuah sistem dan kebijakan. Pada kenyataannya, Undang-Undang Pendidikan Kedokteran 2013 belum dapat menjawab persoalan mendasar dari kebutuhan pelayanan kedokteran, juga belum mampu menjawab tuntutan globalisasi di dunia kedokteran”.

Analisis saya:
Pernyataan di atas masih terlalu dini, mengingat masih ada pasal-pasal di UU Pendidikan Kedokteran yang belum berjalan efektif. Sebagai gambaran, pasal mengenai dokter layanan primer (disebutkan sebagai obyek revisi UU Pendidikan Kedokteran) belum pernah dijalankan karena mengalami berbagai masalah hukum, antara lain menjadi pokok sengketa dalam Yudisial Review di MK sampai dengan lambatnya Peraturan Pemerintah diterbitkan. Dengan demikian, revisi UU dalam hal topik dokter layanan primer perlu bukti untuk menentukan apakah pendidikan dokter layanan primer bertentangan dengan tujuan bangsa Indonesia.

Harapan saya:
Diperlukan 3 - 5 tahun ke depan untuk melaksanakan amanah UU Pendidikan Kedokteran dalam hal dokter layanan primer agar ada bukti empirik. Jika tidak ada bukti empirik, maka tidak ada perbedaan antara revisi UU dengan Isi Yudicial Review di MK . Sebagai catatan MK menolak YR yang diajukan oleh PDUI.