Retno Wahyu Nurhayati, Pulang demi Membangun Indonesia

BANYAK yang beranggapan, berkarier di luar negeri jauh lebih bergengsi daripada di dalam negeri. Apalagi kalau bekerja di luar negeri memberikan janji jenjang karier yang bagus, ditambah dengan tawaran gaji yang menggiurkan dan berbagai fasilitas yang diberikan. Tidak heran kalau banyak anak negeri yang bekerja di luar negeri enggan kembali pulang.

Namun, tampaknya hal itu tidak berlaku bagi Retno Wahyu Nurhayati. Setelah satu setengah tahun berkarier di Jepang, sulung dari lima bersaudara ini memutuskan kembali ke Indonesia. Keputusan itu diambil setelah berdiskusi dengan orang tua dan beberapa rekannya, sekaligus setelah mendapatkan informasi dari mulai maraknya kedokteran Indonesia memanfaatkan stem cell dalam proses penyembuhan ataupun kecantikan.

"Sekitar Mei 2017, saya kembali ke Indonesia dan bekerja di Stem Cell and Tissue Engineering Research Center, Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia," jelas dia.

Salah satu alasan Retno kembali ke Indonesia adalah niat tulusnya untuk membangun industri farmasi di Tanah Air. Apalagi wanita 29 tahun ini menyadari masih minimnya jumlah peneliti di Tanah Air, yang kemudian menyebabkan belum banyak teknologi yang berhasil dikembangkan, khususnya pada bidang stem cell. "Saya sadar seharusnya membangun Indonesia, bukan terlalu senang di luar negeri. Akhirnya sekitar Mei 2017 pulang ke Indonesia. Alhamdulillah diterima UI," tutur dia.

Kendati fasilitas yang diterimanya tidak seperti di Jepang, Retno mengaku tidak menyesal atas keputusannya. Malah, dia semakin bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi ibu pertiwi, di antaranya dengan melakukan penelitian agar Indonesia tidak mengalami kebergantungan pada teknologi stem cell produksi asing.

Apalagi, menurutnya Indonesia harus bisa memiliki teknologi itu. Ini tidak terlepas dari demografis suku dan bangsa di Nusantara yang sangat beragam, sehingga memungkinkan dirinya memiliki data yang jauh lebih lengkap mengenai struktur DNA masyarakat Indonesia. Hal ini sangat penting bagi perkembangan dunia kedokteran Indonesia.

"Kalau teknologi stem cell berhasil dikembangkan, saya optimistis bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui sistem pengobatan terjangkau," ujar dia.

Pengalaman Retno di Jepang ternyata juga mengubah sifatnya dari seorang pemalu menjadi tidak pemalu lagi. Hal ini tidak terlepas dari gemblengan pendidikan di Negeri Sakura, yang lebih mengutamakan pendidikan karakter dan kerja sama tim. Artinya, pengakuan terhadap keberhasilan bersama lebih penting daripada individu.

-- https://nasional.sindonews.com --