Telaah Pustaka

II. 1. Sistem Kesehatan dan Perubahan Pembiayaan  

Ketika berbicara mengenai Sistem Kesehatan, pertanyaan pertama adalah apa definisinya. Menurut WHO.....sistem kesehatan merupakan jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand-side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun material. Sistem kesehatan juga bisa mencakup sektor pertanian dan sektor pendidikan yaitu universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan konstruksi, beserta organisasi yang memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.

Definisi sistem kesehatan berdasarkan WHO yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan. Program  yang tercakup di dalamnya adntara lain pelayanan kesehatan formal dan non-formal seperti pengobatan tradisional, pengobatan alternatif, dan pengobatan tanpa resep. Selain itu, ada juga aktivitas kesehatan masyarakat berupa promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya, dan pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan

Berdasar konsep WHO tahun 2009 blok-blok bangunan sistem kesehatan (The building blocks of the health system): tujuan dan atribut-atribut. Blok-blok sistem terdiri dari: (a) Penyediaan pelayanan (service delivery); (b) Tenaga kesehatan (health workforce); (c) Informasi (information); (d) Produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (medical products, vaccines and technologies); (e) Pembiayaan (financing); dan (f) Kepemimpinan/ Tata Kelola (leadership/ governance). Blok-blok sistem tadi memberikan cakupan akses (access coverage) dan Jaminan kualitas (quality safety) untuk tujuan secara umum, yaitu:

  1. a.Meningkatkan status kesehatan (level dan pemerataan)
  2. b.Ketanggapan (responsiveness)
  3. c.Proteksi terhadap risiko sosial dan keuangan (social and financial risk protection)
  4. d.Meningkatkan efisiensi (improved eficiency).

 

Pada tahun 2004 bangsa Indonesia mempunyai undang-undang baru tentang Jaminan Kesehatan yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 . UU ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial termasuk Jaminan Kesehatan Nasional merupakan hal wajib bagi seluruh penduduk. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan.

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Implementasi program ini diharapkan bahwa seluruh rakyat Indonesia dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menerita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.

SJSN diselenggarakan dengan prinsip-prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan portabilitas dengan kepesertaan bersifat wajib, dana amal dan hasil pengelolaan jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan. Untuk melaksanakan jaminan sosial sesuai Undang-Undang diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang harus dibentuk dengan Undang-Undang. Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yang dimaksud adalah

  1. a.Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
  2. b.Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)
  3. c.Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)
  4. d.Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES)

 

Kepesertaan dan Iuran dalam Jaminan Sosial Nasional dibebankan kepada Pemerintah, Pemberi Kerja dan Individu. Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program Jaminan sosial yang diikuti. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penerima Bantuan Iuran yang dimaksud adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib peserta. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara ini merupakan transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dinamika perkembangan jaminan sosial.

Tujuh tahun berselang setelah UU SJSN pemerintah baru berhasil menetapkan UU mengenai BPJS. Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban.  Undang-Undang tersebut membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial.

BPJS mempunyai tugas sesuai Undang-Undang yaitu:

  1. a.Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta
  2. b.Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja
  3. c.Menerima bantuan Iuran dari Pemerintah
  4. d.Mengelola dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
  5. e.Mengumpulkan dan mengelola data peserta program Jaminan Sosial
  6. f.Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial
  7. g.Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat

Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak untuk memperoleh dana operasinal untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/ atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memperoleh hasil monitoring dan evaluasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.

BPJS memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. Pelaksanaan BPJS di bawah pengawasan lembaga eksternal dan internal. Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh Dewan Pengawas dan satuan pengawas internal. Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lembaga pengawas independen. DJSN melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Lembaga pengawas independen adalah Otoritas Jasa Keuangan.

Adanya UU SJSN di tahun 2004 dan UU BPJS di tahun 2011 menunjukkan adanya perubahan aspek pembiayaan dalam Sistem Kesehatan.  Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia yang biasanya didominasi oleh pembayaran dari kantung pasien (out of pocket)[1] berubah menjadi kearah jaminan kesehatan. Perubahan satu komponen penting dalam sistem kesehatan ini merupakan hal yang sangat menarik karena akan berdampak atau terkait dengan komponen-komponen lain dalam sistem kesehatan.

Pertanyaan penting dalam konteks reformasi sektor kesehatan adalah[2] apakah perubahan dalam komponen pembiayaan ini disertai dengan perubahan-perubahan pada komponen Penyediaan pelayanan (service delivery); Tenaga kesehatan (health workforce); Informasi (information); Produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (medical products, vaccines and technologies); dan Kepemimpinan/ Tata Kelola (leadership/ governance). Tanpa ada perubahan di berbagai komponen secara terencana, terstruktur, dan terkait maka perubahan sistem pembiayaan sendiri akan sulit meningkatkan hasil untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Riset Monitoring dan Evaluasi Kebijakan ini akan membahas isu reformasi kesehatan secara khusus.



[1] Doosler Eddy et al.

[2] WB and Harvard University. Making the reform right.

Manfaat

Penelitian kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan; di tingkat nasional, propinsi, ataupun kabupaten untuk perbaikan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Tingkat Nasional

Pemanfaatan di tingkat nasional akan dilakukan dalam konteks perbandingan antar daerah.

-       Memahami perbandingan pelaksanaan di berbagai daerah yang berbeda kondisi fasilitas dan SDM  kesehatan

-       Memahami tingkat penggunaan pelayanan kesehatan di berbagai daerah dengan dana BPJS Kesehatan

-       Memahami apakah terjadi ketidakadilan geografis yang mengancam efektifitas program BPJS Kesehatan

-       Memahami pelaksanaan JKN dan mengidentifikasi fraud pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

-       Membuat tindakan pencegahan fraud dengan strategi yang tepat

Analisis perbandingan antar daerah akan disusun dan diserahkan kepada pengambil kebijakan di pusat. Peneliti ialah tim gabungan antar universitas di berbagai propinsi.

Tingkat Daerah

Pemanfaatan di tingkat propinsi dan kabupaten ditujukan untuk pemerintah daerah. Peneliti yang terlibat adalah universitas di propinsi masing-masing. Dalam hal ini penelitian dengan data setempat secara lebih detil akan dibahas dan dikembangkan oleh universitas di berbagai propinsi.

Manfaat

-       Memahami perbandingan pelaksanaan di berbagai kabupaten/ kota yang berbeda kondisi fasilitas dan SDM  kesehatan

-       Memahami tingkat penggunaan pelayanan kesehatan di berbagai kabupaten/ kota dengan dana BPJS dan non BPJS

-       Memahami apa terjadi ketidakadilan geografis yang mengancam efektifitas program BPJS di level propinsi

-       Memahami berbagai hambatan dalam pelaksanaan awal di propinsi yang bersangkutan

-       Memahami pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dan mengidentifikasi fraud pada pelaksanaannya

-       Membuat tindakan pencegahan fraud dengan strategi tepat

Tujuan

Tujuan Penelitian ini adalah memonitor dan mengevaluasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2014 . Monitoring menurut WHO 2013 adalah:

Monitoring is a process that can help to determine the impact of policies, programmes and practices, and subsequently, to indicate whether change is needed.  Generally speaking, monitoring is the process of repeatedly answering a given study question over time.

 

Pertanyaan Utama Penelitian Monitoring dan Evaluasi Kebijakan JKN 2014 - 2019

Apakah JKN akan memperbaiki ketimpangan geografis (geographic inequity) dan ketimpangan social ekonomi (socioeconomic inequity) ataukah justru JKN akan memperburuk.

 

Mengapa ada pertanyaan penelitian ini?

JKN mempunyai tujuan equity. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini  mempunyai tujuan untuk

……meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia

 

Dengan demikian prinsip keadilan harus dipergunakan dalam kebijakan JKN.

Apakah prinsip ini berjalan? Jika ya maka kebijakan JKN sudah sesuai dengan UUD 1945. Jika tidak berjalan  maka kebijakan JKN dan pelaksanaannya tidak sesuai dengan UUD 1945 sehingga dapat diajukan perbaikan kebijakan.

 

 

Tujuan khusus penelitian adalah:

  1. A.Monitoring:
    1. 1.ketersediaan Sumber Daya (termasuk SDM) kesehatan,  fasilitas kesehatan primer sampai tertier: Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2014.
    2. 2.Manfaat pelayanan kesehatan yang dapat dinikmati oleh anggota BPJS.
    3. 3.Komposisi keanggotaan BPJS (PBI dan Non-PBI).
    4. 4.Penyerapan anggaran BPJS (claim INA-CBG) antar propinsi dan antar kelompok diagnosa.
    5. 5.Implikasi pelaksanaan JKN oleh BPJS terhadap pemerataan sosial-ekonomi dan geografis.
    6. 6.terjadinya fraud pada pelaksanaan JKN.

 

 

  1. B.Evaluasi:

 

Secara umum pertanyaanny adalah apakah kebijakan UU SJSN dan UU BPJS sudah  tepat?

 

  1. 1.Apakah kebijakan JKN dapat melindungi masyarakat yang paling membutuhkan?
  2. 2.Apakah kebijakan ini tepat dilakukan di seluruh Indonesia dalam waktu yang bersamaan?
  3. 3.Apakah kebijakan JKN dapat disebut sebuah kebijakan reformasi kesehatan yang tepat dan baik?
  4. 4.Apakah pelaksanana UU SJSN dan UU BPJS sejak tahun 2014 dapat diteruskan, ataukah perlu dilakukan perubahan karena melanggar UUD 1945?  

 

Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional dimulai sejak 1 Januari tahun 2014 yang secara bertahap menuju Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara umum yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan layanan kesehatan yang bermutu. Perubahan sistem pembiayaan menuju Universal Coverage adalah hal yang baik namun mempunyai dampak dan risiko sampingan. Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis, menimbulkan permasalahan baru berupa ketidakadilan antara kelompok masyarakat. Sebagai gambaran di Indonesia timur[1]: Di daerah kawasan timur yang jumlah providernya terbatas dan akses-nya kurang menyebabkan kurangnya supply (penyediaan pelayanan oleh Pemerintah dan pihak lain), sehingga akan muncul kesulitan terhadap akses ke fasilitas kesehatan. Hal ini berimbas pada masyarakat di wilayah Indonesia bagian timur yang tidak memiliki banyak pilihan untuk berobat di fasilitas kesehatan. Sementara di wilayah Indonesia bagian barat dimana ketersediaan providernya banyak, diperkirakaan pemanfaatan provider akan lebih banyak disertai benefit package yang tidak terbatas. Hal yang mengkawatirkan adalah tanpa adanya peningkatan supply di Indonesia bagian timur, dana BPJS Kesehatan akan banyak dimanfaatkan di daerah-daerah perkotaan dan wilayah Indonesia Barat sehingga membutuhkan kegiatan monitoring yang seksama.

Masalah lain adalah ketimpangan manfaat BPJS untuk rumah sakit yang diatur dalam Permenkes mengenai INA-CBG. Fasilitas yang berbeda di Regional I sampai V menyebabkan daerah tertentu hanya mendapat manfaat yang relatif lebih kecil dibanding regional lainnya.

Lingkup monitoring dan evaluasi kebijakan SJSN dan BPJS dapat dibedakan dalam dua area besar : (1) Penyediaan Pelayanan Kesehatan; dan (2) Pembiayaan Kesehatan secara menyeluruh[2]. Penyediaan pelayanan kesehatan tergantung pada infrastruktur di masyarakat. Tanpa ada perbaikan infrastruktur maka dikawatirkan  pemerataan pelayanan kesehatan jadi sulit dan jaminan kesehatan bagi masyarakat merupakan hal yang tidak riil.

Pembiayaan kesehatan secara menyeluruh berhubungan erat dengan strategi kebijakan pembiayaan yang tidak melalui skema BPJS. Seperti diketahui saat ini anggaran kesehatan pemerintah pusat terbagi atas 3 kelompok besar: (1) anggaran yang berada di BPJS; (2)  anggaran yang berada di Kementerian Kesehatan; dan (3) anggaran yang berada di berbagai Kementerian dan badan di luar Kemenkes.  Berdasarkan data dari Kemenkeu, sampai tahun 2012 dana sektor kesehatan yang dikelola oleh Kemenkes dan  Kementerian lain adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

Pada tahun 2014, sebagian anggaran Kemenkes berpindah ke BPJS. Pemindahan ini tentunya merubah pola perencanaan angaran. Penggunaan anggaran BPJS tergantung pada klaim yang tidak memperhitungkan alokasi perencanaan. Sementara itu untuk anggaran Kemenkes dan yang lain ditentukan dalam proses perencanaan yang teknokratis dan mempunyai berbagai kriteria dengan landasan ideologi. Kedua jenis alokasi penggunaaan anggaran tersebut berbeda pola.

Ketika sistem claim di BPJS dilakukan pertanyaan yang akan menjadi isu penting dalam penelitian ini adalah: bagaimana dengan program pembangunan fasilitas dan SDM di daerah yang belum lengkap. Pertanyaan pentingnya adalah apakah ada anggaran investasi dari Kementerian Kesehatan dan sumber lain untuk menyeimbangkan fasilitas dan SDM kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam hal ini, pembiayaan investasi dan berbagai tindakan medik yang mungkin belum terkover oleh BPJS memangmerupakan tanggung-jawab Kementerian Kesehatan.  Di samping itu, peranan Pemerintah Daerah yang mampu untuk mengalokasikan pembiayaan kesehatan menjadi hal kunci.

Dengan demikian permasalahan yang muncul dalam konteks monitoring dan evaluasi kebijakan adalah: (1) Apakah kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan ini dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada seluruh warga Indonesia dengan asas keadilan; (2) Jika terjadi ketidak seimbangan fasilitas dan SDM, apakah dalam waktu 5 tahun ke depan (2014 -2019)  akan tersedia anggaran investasi.



[1] Data dari Kementerian Kesehatan

[2] Prof. dr. Bhisma Murti

BL Jaminan Kesehatan Nasional M1

Blended Learning
Jaminan Kesehatan Nasional
(4 minggu kegiatan di bulan April 2014)

Memahami Jaminan Kesehatan Nasional dengan Mengikuti Penelitian Monitoring dan Evaluasi JKN


Minggu 1

pengantarPengantar :

Selamat bertemu pada Minggu 1 Blended Learning mengenai Jaminan Kesehatan Nasional.
Kami pengelola mengharapkan di setiap Fakultas Kedokteran sudah ada satu Kelompok Kerja (Pokja 2) yang membahas mengenai Jaminan Kesehatan Nasional dan tentunya terkait dengan Layanan Primer.

Pada minggu ini para anggota Kelompok Kerja 2 dihadapkan pada tantangan untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip yang menjadi dasar Jaminan Kesehatan Nasional beroperasi. Prinsip-prinsip tersebut berada dalam apa yang disebut sebagai Sistem Pembiayaan Kesehatan yang berada dalam 3 konsep utama:

  1. Resource Collection;
  2. Pooling the Risk; dan
  3. Purchasing.

Dalam konteks konsep-konsep utama tersebut, peranan negara menjadi sangat besar. Apakah negara mempunyai ideologi yang welfare ataukah ke arah peran negara yang minimalis. Apakah JKN ditujukan untuk mendukung masyarakat miskin atau justru sebaliknya yang mendapat adalah masyarakat kaya.
Dengan memahami konsep dasar pembiayaan kesehatan, maka para peserta akan menyadari bahwa sistem JKN perlu dimonitor dan dievaluasi dengan ketat. Ada banyak risiko yang dapat timbul, yang pada akhirnya justru dapat menghambat tercapainya tujuan JKN.
Dalam konteks kemungkinan tidak tercapainya tujuan JKN, peranan fakultas kedokteran sebagai tempat produksi dokter umum, dokter layanan primer, dan dokter spesialis menjadi sangat kunci. Tanpa ada dukungan dari fakultas kedokteran, kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional dapat menyimpang jauh dari tujuannya.

tujuanTujuan Kegiatan Minggu 1


Kegiatan Blended Learning mengenai Jaminan Kesehatan Nasional pada Minggu 1 ini bertujuan untuk:
  1. Memahami Konsep penting dalam Pembiayaan Kesehatan dan Ideologi;
  2. Memahami proposal Penelitian yang disusun oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan;
  3. Memahami mengapa fakultas kedokteran yang bertugas meluluskan dokter dan spesialis perlu terlibat aktif dalam Monitoring dan Evaluasi JKN.
Kegiatan yang dilakukan Minggu ini:

Dalam Minggu 1 ini para peserta secara umum diharapkan memahami Dokumen Proposal Penelitian Monitoring Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Silahkan klik untuk mempelajarinya klik button

BAB I Pendahuluan

  1. Latar belakang
  2. Tujuan Penelitian
  3. Manfaat Penelitian

BAB II Tinjauan Pustaka
A. Telaah Pustaka

  1. Sistem Kesehatan Nasional, Perubahan Pembiayaan, dan SJSN
  2. Tiga Fungsi dalam Sistem Pembiayaan
  3. Isu-isu Strategis dalam Jaminan Kesehatan Nasional
  4. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan JKN

B. Landasan Teori
C. Kerangka Konsep dst..

Tugas:
Harap Kelompok Kerja 2 mendiskusikan pertanyaan ini:
Mengapa Fakultas Kedokteran berakreditasi A perlu aktif dalam mendukung Jaminan Kesehatan Nasional. Harap Kelompok kerja 2 menjawab tugas ini dengan mengacu pada 3 prinsip utama: Resource Collection, Pooling, dan Purchasing.


Pengiriman tugas:

tugasKirimkan tugas Anda melalui email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
dan fasilitator anda.
Jawaban anda attach dengan kode file:
JKN_M1_XXX_YYY
(XXX : nama universitas ; YYY: nama pengirim)

 

 

Apa yang akan dikerjakan pada kegiatan mendatang?


 timeMinggu 2: 14 April – 18 April 2014:

Kegiatan 1:
Menganalisis Jawaban Minggu 1:
Webinar: Senin 14 April 2014,
pukul 13.00 – 15.00 WIB.
Catatan:
harap teknisi FK anda dihubungi untuk mengikuti Webinar ini

Kegiatan 2:
Memahami Metode Monev dalam Penelitian ini.
Webinar: Rabu, 16 April 2014 pukul 13.00 – 14.00 WIB.

Minggu 3: 21 April – 26 April 2014:

- Membahas hasil sementara penelitian berupa Skenario Jaminan Kesehatan Nasional. Skenario ini merupakan hasil penelitian awal yang dilakukan oleh 14 perguruan tinggi di Indonesia.
Webinar: Selasa 22 April 2014, pukul 13.00 – 15.00

- Membahas penelitian monitoring yang akan dilakukan pada bulan-bulan mendatang dan tahun-tahun mendatang (2015, 2016 sampai dengan 2019).
- Membahas kemungkinan fakultas kedokteran yang diwakilinya berpartisipasi dalam penelitian monitoring JKN.

Minggu 4: 26 April 2014: Membahas Dokter Layanan Primer (Transisi masuk ke Blended Learning Dokter Layanan Primer; 28 April – 25 Mei 2014)